Oleh: Nuur Fakhrul as-ShiddiQ
Disini, saya tidak berniat membuat sebarang kesimpulan berkenaan hukum-nya, namun telitilah hujah-hujah yang saya bawakan di bawah ini, dan fikirkanlah. Kerana saya berpandangan, anda semua telah sedia matang dan memahami dengan situasi yang anda sekalian hadapi... Dan jika ada perbahasan yang lain, semoga dapat sama-sama diutarakan.
Hujah-hujah:
- Banyak membazirkan masa:
Menonton drama, filem, atau lakonan pada masa ini sebenarnya tidak lebih dari sekadar membuang masa dengan benda-benda yang tidak berfaedah dan membawa kepada hal-hal yang maksiat. Adalah lebih baik, masa-masa yang terluang itu digunakan untuk perkara-perkara yang mendatangkan ilmu dan hasil yang baik. Dan sebenarnya, orang Islam itu nanti akan diminta untuk bertanggungjawab di atas segala waktu yang telah digunakannya di masa hidupnya. Dia dituntut untuk memelihara dan mengambil faedah dari waktunya, untuk mengamalkan apa-apa yang diredhai oleh Allah Ta'ala, sehingga manfaatnya kembali kepadanya samaada di dunia mahupun di akhirat kelak.
Mengandungi pendustaan:
Sungguh telah ada ancaman dari Rasulullah bagi orang yang berdusta untuk menertawakan manusia dengan ancaman yang keras. Yakni dari Muawiyah bin Haidah bahwasanya Rasulullah bersabda, Celakalah bagi orang-orang yang berbicara sedangkan dia dusta (dalam pembicaraannya) bagi membuatkan orang lain ketawa, maka celakalah bagi dia, celakalah bagi dia. [Hadits hasan dikeluarkan oleh al-Hakim (1/46), Ahmad (7/35) dan At-Tirmidzi (2315)]
- Meniru perwatakan orang lain untuk dilakonkan: Telah datang hadis yang sahih yang mencela orang yang menirukan gerakan seseorang, dan larangan dari yang demikian itu, dari Aisyah bahawa Rasulullah bersabda, “Sungguh saya tidak suka menirukan seseorang dan sungguh bagi saya seperti ini dan seperti ini”. [Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/136-206) dan At-Tirmidzi (2501)]
Dalam hal ini, berkata Sheikh Soleh Fauzan: Individu-individu yang ditiru, kadang-kadang berasal dari tokoh-tokoh Islam, seperti para sahabat. Hal ini dianggap sebagai sikap meremehkan mereka, baik si pelakon merasa atau tidak. Contoh: anak kecil atau seseorang yang sangat tidak memahami, menirukan ulama atau sahabat. Ini adalah tidak dibenarkan. Kalau ada seseorang datang menirukan kamu, berjalan seperti jalanmu, apakah engkau redha dengan hal ini? Bukankah sikap ini digolongkan sebagai sikap merendahkan diri kamu?
Walaupun orang yang meniru tersebut bermaksud baik menurut sangkaannya. Tetapi setiap individu tidak akan rela terhadap seseorang yang merendahkan dirinya.
Sebagian daripada mereka pula, ada yang menirukan peribadi kafir seperti Abu Jahal atau Fir'aun dan selain mereka. Dia berbicara dengan pembicaraan yang kufur yang menurut sangkaan serta harapannya dia hendak membantah kekufuran, atau ingin menjelaskan bagaimana keadaan jahiliyah (keadaan orang yang sesat). Ini adalah tasyabuh (menyerupakan). Rasulullah s.a.w. melarang tasyabuh dengan orang-orang musyrik dan kufur baik meniru (menyerupai) kepribadian maupun perkataannya, seperti mana dalam hadis daripada Ibnu Hibban: “berbezalah dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani..” [Taqrib Ibnu Hibban (2186)]
- Berlaku percampuran lelaki dan wanita serta pendedahan aurat:
Allah s.w.t. telah menyatakan bahawa adalah wajib bagi kaum lelaki dan perempuan itu menjaga pandangan serta pergaulan mereka di antara satu sama lain. Selain dari itu, Allah s.w.t. juga mewajibkan kita menjaga batasan aurat. Ini biasanya berlaku samaada di dalam wayang (filem yang ditonton), atau di kawasan menonton wayang tersebut.
Firman Allah SWT :
Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki Yang beriman supaya mereka menundukkan pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; Sesungguhnya Allah amat mendalam pengetahuannya tentang apa Yang mereka kerjakan. [an-Nuur: 30]
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka (kepada bukan mahram mereka)... [an-Nuur: 31]
- Sewajarnya kita mencegah maksiat di depan mata:
Tetapi, kebanyakkan mereka yang menontong wayang, hanya berdiam diri melayan nafsu dan membiarkan maksiat terus berlaku. Sabda Rasulullah SAW : Sesiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya (mencegah dan menghentikannya) dengan tangannya. Jika dia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya. Jika dia masih tidak mampu (maka ubahlah) dengan hatinya (dengan membencinya), yang sedemikian adalah selemah-lemah iman. [Sahih Muslim, no: 49]
- Berlaku percampuran di antara maklumat yang benar dengan yang batil
Sebenarnya, dalam masalah ini... kita sedia maklum, telah banyak alternatif lain yang membolehkan kita untuk mendapatkan maklumat dan info dengan jalan yang lebih selamat dan aman daripada maksiat. Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil (mungkar) dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
[al-Baqarah: 42]
Kesimpulan:
Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al-Haritsi berkata dalam hal berdakwah dengan filem (drama atau filem), “Apabila sejumlah besar dari berbagai kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan bertaubat kepada al-haq dengan jalan yang syar'i dan memang sewajarnya harus demikian. Maka mengapa seorang da'i (pendakwah) mencari jalan yang tidak terdapat di dalam syara'? Lagi pula bahawa sesungguhnya apa yang terdapat dalam syara' sesungguhnya telah mencukupi untuk memperoleh tujuan dakwah kepada Allah.
Yakni menjadikan ahlu maksiat bertaubat dan orang-orang yang tersesat mendapat petunjuk. Hendaklah para da'i melapangkan dirinya tatkala berdakwah kepada Allah dengan sarana yang para sahabat melapangkan diri mereka di atasnya. Sesungguhnya mereka kembali menuju kepada ilmu.
Yakni menjadikan ahlu maksiat bertaubat dan orang-orang yang tersesat mendapat petunjuk. Hendaklah para da'i melapangkan dirinya tatkala berdakwah kepada Allah dengan sarana yang para sahabat melapangkan diri mereka di atasnya. Sesungguhnya mereka kembali menuju kepada ilmu.
Ibnu Mas'ud berkata, 'Sesungguhnya kalian akan menciptakan perkara yang baru dan akan diciptakan perkara baru untuk kalian, maka, apabila kalian melihat perkara yang baru, wajib atas kalian berpegang dengan perkara yang pertama (Rasulullah dan para sahabat)'. Ibnu Mas'ud berkata pula, 'Hati-hati kalian terhadap bid'ah, hati-hati kalian terhadap berlebih-lebihan, hati-hati kalian terhadap melampau-lampau dan wajib kalian berpegang teguh dengan generasi yang dahulu.” [Hujaj al-Qawiyyah karya Syaikh Abdussalam bin Barjas hal 43]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan